Batik Mentawai merupakan salah satu warisan budaya tekstil yang unik dari Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Keunikan utamanya terletak pada motif yang diangkat, di mana inspirasi utamanya berasal dari tato tradisional Mentawai yang dikenal sebagai titi. Tato ini dianggap sebagai seni tato tertua di dunia dan memiliki makna filosofis yang mendalam, melambangkan jati diri, status sosial, serta keseimbangan hidup dengan alam (Arat Sabulungan). Motif-motif tato ikonik seperti Uma (rumah adat), Sikerei (dukun adat/tabib), Jaraik (sejenis tanaman), Mumone, Muiba, dan simbol-simbol etnik khas benda serta aktivitas sehari-hari masyarakat Mentawai dituangkan ke dalam pola batik.
Pembuatan batik Mentawai, terutama yang berkualitas tinggi, umumnya dilakukan menggunakan teknik batik tulis yang memakan waktu dan membutuhkan ketelitian. Prosesnya meliputi tahapan seperti mendesain, menggambar pola, proses canting (pemberian malam), pemberian warna dengan teknik mencolet atau melepoh, hingga proses penguncian warna menggunakan waterglass. Pengrajin di daerah seperti Sipora Utara (Tua Pejat) dikenal sebagai penghasil batik tulis khas Mentawai. Warna yang digunakan bervariasi, namun banyak konsumen menyukai warna-warna yang cerah seperti merah, biru, dan kuning. Meskipun demikian, eksplorasi motif titi juga sering diaplikasikan dalam skema warna hitam-putih atau hitam-merah.
Motif batik Mentawai tidak hanya sekadar hiasan, tetapi membawa simbolisme kuat yang merefleksikan hubungan erat antara masyarakat suku Mentawai dengan alam sekitarnya. Misalnya, motif Sikerei melambangkan sosok penting yang bertindak sebagai penghubung antara dunia manusia dan roh leluhur, sementara motif yang terinspirasi dari tato melambangkan pengabadian benda-benda alam seperti batu, hewan, dan tumbuhan sebagai tanda keseimbangan kosmik. Motif-motif ini adalah upaya untuk melestarikan dan memperkenalkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan tradisional yang pernah terancam pudar, melalui medium tekstil kontemporer.
Seiring berjalannya waktu, batik Mentawai terus dikembangkan dan mulai mendapatkan perhatian baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat luas. Upaya pelestarian budaya melalui adaptasi visual motif tradisional, khususnya motif titi, ke dalam produk fesyen dan hiasan dinding, menjadi cara alternatif untuk menjaga warisan budaya ini tetap hidup. Produk-produk batik tulis ini bahkan telah memperoleh Hak Merek dan dipasarkan sebagai oleh-oleh khas Kepulauan Mentawai, dengan dukungan dalam hal pemasaran, seperti pameran yang dibantu oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) setempat. Permintaan akan batik Mentawai, terutama batik tulis, menunjukkan peningkatan, menjadikannya komoditas yang menjanjikan bagi pengrajin lokal.